عَنْ
عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌُ عِنْدَ
رَسُوْلِ اللهِ صلعم ذَاتَ يَوْمِ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌُ شَدِيْدُ
بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لاَ يُرَى عَلَيْنَا
اَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعرِفُ مِنَّا اَحَدٌُ حَتَّى جَلَسَ إلَى
النَّبِيِّ صلعم فَاَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ
كَفَّيْهِ إلَى فَخِدَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أخْبِرْنِيْ عَنِ
الإسْلاَمِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم الإسْلاَمُ اَنْ تَشْهَدَ اَنْ
لاَ اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًَا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ
الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصَوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ
الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إلَيْهِ سَبِيْلاًَ قَالَ صَدَقْتَ
فَعَجَبْنَالَهُ يَسْأ ُلُهُ وَيُصَدَّقُهُ فَأ َخْبِرْنِيْ عَنِ
الإيْمَانِ قَالَ أنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الاٰخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإحْسَانِ قَالَ
اَنْ تَعْبُدَاللهَ كَأنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ
فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Artinya : Dari Saidina Umar bin
Khathab r.a., beliau berkata,”Pada suatu hari ketika kami bersama-sama
Rasulullah SAW, datang seorang laki-laki berpakaian putih dan rambut
hitam, tetapi tidak nampak tanda-tanda bahwa dia orang musafir dan kami
tidak seorang pun yang kenal dengan orang itu. Dia duduk berhadapan
dengan Nabi dengan mengadu lututnya dengan lutut Nabi dan meletakkan
tangannya di atas pahanya, lalu dia bertanya, "Wahai Muhammad, coba
ceritakan kepadaku tentang Islam. Nabi menjawab, "Islam ialah engkau
mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu Rasulullah,
engkau kerjakan shalat, engkau kerjakan zakat,engkau lakukan puasa
Ramadhan, engkau naik Haji kalau kuasa.Laki-laki itu menjawab,
"Benar"."Kami heran", kata Umar bin Khathab. Dia bertanya dan dia pula
yang membenarkan.
Lalu dia bertanya lagi, "Coba
ceritakan tentang Iman !" Nabi menjawab, "Iman ialah supaya engkau
percaya kepada Allah, malaikatNya, RasulNya, hari akhirat dan percaya
dengan takdir baik dan buruknya”Dia menjawab, "Benar !"
Dia
bertanya lagi, "Apa Ihsan itu ?" Nabi menjawab, "Bahwa engkau
menyembah Tuhan seolah-olah engkau melihat-Nya, tetapi kalau engkau
tidak dapat melihat-Nya maka dia melihat akan engkau. " …(HR Imam
Bukhari dan Muslim)
Dari Hadis tersebut jelaslah terlihat ada 3 (tiga) hal pokok di dalam Agama Islam, yaitu ISLAM, IMAN dan IHSAN.
Islam
yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah yang kita sebut rukun Islam
yang lima, sasarannya adalah syari’at lahir. Ilmu dalam Agama Islam
yang membahas kaidah-kaidah dan ketentuan syariat ibadah secara
lahiriah, baik secara hablum minallah maupun hablum minannas adalah
ilmu fikih.
Iman yang dimaksud dalam hadis di
atas adalah yang kita sebut rukun Iman yang enam, sasarannya adalah
I’tikad, keyakinan. Ilmu yang membahas tentang itu adalah Ushuluddin
atau ilmu kalam, bila khusus membahas tentang Ketuhanan disebut pula
dengan Ilmu Tauhid.
Ihsan yang dimaksud di atas
itu sasarannya adalah batin rohaniyah. Untuk menjalankan rukun Islam
serta meningkatkan keimanan itulah diperlukan Ihsan, agar Allah
senantiasa hadir di dalam hidup dan kehidupan, baik di dalam beribadah
secara umum apalagi beribadah secara khusus seperti menjalankan kelima
rukun Islam tersebut. Untuk mendalami Ihsan itulah dipelajari lewat
Ilmu Tasawuf. Untuk mengamalkan Tasawuf itulah diperlukan adanya
Tarekat.
Banyak orang yang belum begitu paham
tentang apa itu Tasawuf dan apa itu Tarekat. Konsekuensinya, kalau anda
ingin mempelajari Tasawuf, pasti anda mengambil Tarekat. Sebab,
pengamalan Tasawuf ada di dalam berbagi Tarekat- kalau bukan Tarekat
yang sudah mapan, maka Tarekat anda sendiri. Bila Tasawuf hanya
diartikan sebagai banyak berpuasa, tidak mau diajak korupsi, atau hanya
diartikan sebagai suatu sikap keilmuan, orang memang tidak usah ikut
Tarekat atau tidak perlu mengambil salah salah satu bentuk Tarekat.
Akan tetapi, bila Tasawuf sudah mencapai pengertian Riyaadhah (latihan
dengan menempuh berbagai tingkatan tertentu), orang harus mengambil
tarekat. Harus ada bentuknya, apa pun namanya –Naqsyabandiyah,
Qadiriyah dan sebagainya.
Keterangan ini penting
bila anda menghadapi anggapan orang bahwa Tarekat atau Tasawuf bukan
ajaran Islam. Misalnya, bila ada orang yang menganggap bahwa Tarekat
atau Tasawuf itu adalah bid’ah, anda dapat mengatakan bahwa sebelum
menjadi rasul pun, Nabi Muhammad sudah menjadi seorang Sufi. Para
sahabat yang tinggal di shuffah pun ternyata tidak diusir oleh Nabi saw.
Bahkan, Nabi saw meminta para sahabat lain untuk membantu memberi
makan mereka.
Ada sebuah riwayat riwayat yang
menuturkan bahwa Imam Al-Ghazali mula-mula adalah seorang fakih (ahli
fikih) sekaligus filosof yang tidak tertarik pada Tasawuf. Pada suatu
waktu ia menjadi Imam di mesjid. Al-Ghazali mempunyai adik yang bernama
Ahmad. Ahmad hampir tidak pernah berjema’ah di belakang Al-Ghazali.
Suatu hari, Ahmad shalat juga menjadi makmum di belakang Al-Ghazali.
Akan tetapi, di pertengahan shalat Ahmad kemudian munfarid-melepaskan
diri dari shalat shalat berjemaah yang diimami Al-Ghazali. Sesudah
selesai shalat, orang-orang menduga ada konflik antara dua saudara ini.
Ketika Al-Ghazali bertanya, “Mengapa engkau tadi munfarid?” Ahmad
menjawab,”Pada rakaat kedua tadi, aku melihat badanmu penuh darah. Oleh
sebab itu, aku menghentikan shalatku, dan aku shalat sendirian. Aku
tidak tahan melihat darah”. Al-Ghazali tersentak, sebab tepat pada
rakaat kedua, ia tiba-tiba teringat pada buku fikih yang sedang
ditulisnya dan kebetulan, sampai pada bab tentang Haid dan Nifas. Anda
boleh percaya atau tidak. Akan tetapi,”melihat darah” adalah sebuah
fenomena batiniyah. Untuk mengetahui yang batiniah itu ada methodenya
itulah disebut Tasawuf, khususnya lagi adalah tarekat. Jadi Tasawuf
adalah suatu ilmu untuk mengetahui atau memperoleh pengetahuan yang
tidak diperoleh melalui pengamatan empiris atau penalaran akal, tetapi
diperoleh melalui latihan-latihan ruhani.
TAREKAT NAQSYABANDIYAH PIMPINAN PROF.DR.H. SAIDI SYEKH KADIRUN YAHYA
TAREKAT NAQSYABANDIYAH
Tarekat
ini dimasyhurkan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Al-Uwaisi
al-Bukhari Naqsyabandi q.s. (silsilah ke-15). Beliau dilahirkan di
Qashrul ‘Arifan, Bukhara, Uzbekistan tahun 717 - 791 H / 1318 - 1389 M,
yang kemudian terkenal dengan nama Bahauddin Naqsyabandi. Beliau
mendapat sebutan Naqysabandi yang berarti lukisan, disebabkan Saidi
Syekh Naqsyabandi sangat pandai melukiskan kehidupan yang ghaib-ghaib
kepada muridnya. Syekh Naqsyabandi lahir dari lingkungan keluarga
sosial yang baik dan kelahirannya disertai oleh kejadian yang aneh.
Menurut satu riwayat, jauh sebelum tiba waktu kelahirannya sudah ada
tanda-tanda aneh yaitu bau harum semerbak di desa kelahirannya itu. Bau
harum itu tercium ketika rombongan Syekh Muhammad Baba As Samasi q.s.
(silsilah ke-13), seorang wali besar dari Sammas (sekitar4 km dan
Bukhara), bersama pengikutnya melewati dasa tersebut. Ketika itu As
Samasi berkata, "Bau harum yang kita cium sekarang ini datang dari
seorang laki-laki yang akan lahir di desa ini".Sekitar tiga hari
sebelum Naqsyabandi lahir, wali besar ini kembali menegaskan bahwa bau
harum itu semakin semerbak.
Setelah Naqsyabandi
lahir, dia segera dibawa oleh ayahnya kepada Syekh Muhammad Baba As
Samasi yang menerimanya dengan gembira.As Samasi berkata, "Ini adalah
anakku, dan menjadi saksilah kamu bahwa aku menerimanya". Naqsyabandi
rajin menuntut ilmu dan dengan senang hati menekuni tasawuf. Dia
belajar tasawuf kepada Muhammad Baba Assamasi ketika beliau berusia 18
tahun. Untuk itu beliau bermukim di Sammas dan belajar di situ sampai
gurunya (Syekh As Samasi) wafat. Sebelum Syekh As Samasi wafat, beliau
mengangkat Naqsyabandi sebagai khalifahnya. Setelah gurunya wafat, dia
pergi ke Samarkand, kemudian pulang ke Bukhara, setelah itu pulang ke
desa tempat kelahirannya.
Setelah belajar dengan
Syekh Baba As Samasi, Naqsyabandi belajar ilmu Tarikat kepada seorang
wali quthub di Nasyaf, yaitu Syekh As Sayyid Amir Kulal q.s. (silsilah
ke-14).
Syekh Amir Kulal q.s. (772 H/ 1371 M)
adalah salah seorang khalifah Muhammad Baba As Samasi. Dari Syekh Amir
Kulal inilah Naqsyabandi menerima statuta sebagai Ahli Silsilah,
sebagai Syekh Mursyid tarekat yang dikembangkannya.
Meskipun
Naqsyabandi belajar tasawuf dari Syakh Muhammad BabaAs Samasi, dan
tarekat yang diperolehnya dari Syekh Amir Kulal juga berasal dari Syekh
As Samasi, namun Tarekat Naqsyabandiyah tidak persis sama dengan
tarekat As Samasi. Zikir Syekh Muhammad Baba AsSamasi diucapkan dengan
suara keras bila dilaksanakan pada waktu zikir berjamaah, namun bila
sendiri-sendiri tetap zikir qalbi, sedangkan zikir Tarekat
Naqsyabandiyah adalah zikir qalbi, yaitu diucapkan tanpa suara, baik
sendiri-sendiri maupun berjamaah. Zikir Syekh Naqsyabandi sama dengan
zikir Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (Silsilah ke-9), salah seorang
khalifah Syekh Abu Yaqub Yusuf al Hamadani (silsilah ke-8). Menurut
salah satu riwayat, Syekh Abdul Khalik Fajduani mengamalkan pendidikan
Uwais Al Qarni yang melaksanakan zikir qalbi tanpa suara.
Sesungguhnya
zikir Tarekat Naqsyabandiyah ini pada awalnya dikembangkan oleh Syekh
Abu Yaqub Yusuf Al-Hamadani q.s.( silsilah ke-8), wafat 353 h / 1140 M.
Al Hamadani adalah seorang sufi yang hidup sezaman dengan Syekh Abdul
Qadir Jaelani q.s. (470 H – 561 H / 1077 M - 1166 M), seorang tokoh sufi
dan wali besar. Syekh Al Hamadani mempunyai dua orang khalifah utama
yaitu Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke-9) wafat 1220 M dan
Syekh Ahmad Al-Yasawi (wafat 562 H / 1169 M). Syekh Abdul Khalik
Fajduani q.s inilah yang meneruskan silsilah tarekat ini sampai dengan
Syekh Bahauddin Naqsyabandi. Adapun Syekh Ahmad Al Yasawi kemudian
mendirikan Tarekat Yasawiyah di Asia Tengah yang kemudian menyebar ke
daerah Turki dan di daerah Anatolia Asia Kecil.
Abdul
Khalik Fajduani q.s. menyebar luaskan ajaran tarekat ini ke daerah
Transoksania di Asia Tengah. Abdul Khalik Fajduani yang taraketnya
bernama Tarekat Khwajakhan menetapkan 8 (delapan) ajaran dasar
tarekatnya, yang kemudian ditambah 3 (tiga) ajaran dasar lagi oleh
Syekh Bahauddin Naqsyabandi.
Dalam perjalanan
hidupnya, Syekh Naqsyabandi pernah bekerja untuk Sultan Khalil,
penguasa Samarkand dan memberikan andil yang besar sekali dalam membina
masyarakat menjadi makmur sehingga pemerintahan Sultan Khalil menjadi
terkenal. Setelah Sultan Khalil wafat (1347 M), AnNaqsyabandi pergi ke
Zerwatun (Khurasan) dan hidup sebagai sufi yang zuhud, sambil melakukan
amal kebaikan untuk umat manusia dan binatang selama 7 tahun.
Pencatatan
segala perbuatan dan amalnya dilakukan dengan baik oleh Saleh bin
al-Mubarak, salah seorang muridnya yang setia. Himpunan catatan
tersebut dimuat dalam sebuah karya berjudul “Maqamaat Sayyidina Syah
Naqsyaband".
Pusat perkembangan Tarekat
Naqsyabandiyah ini pertama kali berada di daerah Asia Tengah. Ketika
tarekat ini dipimpin oleh Syekh Ubaidullah AlAhrar q.s. (silsilah
ke-18) hampir seluruh wilayah Asia Tengah mengikuti Tarekat
Naqsyabandiyah. Atas hasil usaha keras dari Syekh Al Ahrar, tarekat ini
berkembang meluas sampai ke Turki dan India, sehingga pusat-pusat
tarekat ini berdiri di kota maupun daerah, seperti di Samarkand, Merv,
Chiva, Tashkent, Harrat, Bukhara, Cina, Turkestan, Khokand,
Afghanistan, Iran, Baluchistan dan India.
Syekh
Muhammad Baqi Billah q.s. (silsilah ke-22) yang bermukim di Delhi
India, sangat berjasa dalam mengembangkan dan membina tarekat ini.
Sejumlah murid Syekh Baqi Billah seperti Syekh Murad bin Ali Bukhari
mengembangkan tarekat ini ke wilayah Suria dan Anatolia pada abad ke-17.
Muridnya yang lain yaitu Syekh Tajuddin bin Zakaria menyebarkan
tarekat ini ke Makkatul Mukarramah, sedangkan Syekh Ahmad Abu AlWafah
bin Ujail ke daerah Yaman dan Syekh Ahmad bin Muhammad Dimyati ke
daerah Mesir.
Sekitar tahun 1837, Tarekat
Naqsyabandiyah pun berkembang di Saudi Arabia dan berpusat di Jabal
Qubays Mekkah. Dari Jabal Qubays inilah mulai dari Saidi Syekh Sulaiman
Zuhdi q.s. (silsilah ke-32), dilanjutkan Saidi Syekh Ali Ridla q.s.
(silsilah ke-33), kemudian ketika sampai pada Saidi Syekh Muhammad
Hasyim al Khalidi q.s. (silsilah ke-34) masuk ke Indonesia. Dari Saidi
Syekh Muhammad Hasyim turun statuta Ahli Silsilah Syekh Mursyid kepada
Saidi Syekh Kadirun Yahya MuhammadAmin Al Khalidi q.s. (silsilah
ke-35).
SILSILAH DAN PERUBAHAN NAMA TAREKAT NAQSYANDIYAH
SILSILAH
Seorang
murid atau salik hendaklah mengambil seorang Syekh Mursyid sebagai
guru dan pembimbing rohaninya, baik secara syariat maupun hakikat.
Seorang Syekh Mursyid menerima ijazah dari Syekh Mursyidnya terus
sambung menyambung sampai kepada junjungan Kita Muhammad SAW yang
menerima ajaran ini dari malaikat Jibril a.s yang diperintahkan oleh
Allah SWT.
Di dalam Tarekat Naqsyabandiyah,
urutan silsilah ini harus jelas jelas sambung menyambung Syekh
Mursyidnya, dan ini adalah amat penting dan menentukan. Seorang Syekh
Mursyid menerima ijazah dari Mursyid sebelumnya dan demikian pula Syekh
Mursyid pendahulunya menerimanya dari Syekh Mursyid sebelumnya. Ijazah
inilah yang menentukan sehingga dia berhak menerima statuta Waliyam
Mursyida, Syekh Mursyid yang kamil mukammil.
Pada
Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah Prof. Dr. H. S.S.Kadirun Yahya adalah
Syekh Mursyid yang ke-35. Allah SWT mengutus malaikat Jibril a.s.
untuk menyampaikan rahasia yang amat halus kemudian menempatkannya pada
tempat yang amat suci, yang kemudian menjadi hamba-Nya yang sempurna
dan kekasih-Nya yang utama, yaitu Nabi Muhammad SAW. Pada usia 40
(empatpuluh) tahun, Muhammad diangkat menjadi Rasul dan dinyatakan
sepenuhnya bahwa Muhammad itu adalah abduhu wa rasuluhu menjadi hamba
dan Rasul-Nya.
Pada waktu menerima wahyu yang
pertama di Gua Hira’ Jabal Nur, selain menerima wahyu pertama, yaitu
surat Al ‘Alaq ayat 1 sampai dengan ayat 5, bersamaan dengan itu pula
ditalqinkan ke dalam batin Rasulullah lafzul jalalah, rahasia yang amat
sangat halus dan merupakan inti Al Qur’an seluruhnya. Rahasia yang
amat sangat halus inilah yang merupakan jalan untuk berhubungan langsung
kepada Allah Azzawajala yang diamalkan oleh Rasulullah SAW. Pada masa
Rasulullah amalan ini dinamakan Tarikatus Sirriyah. Tarikatus Sirriyah
inilah yang diturunkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya, termasuk
kepada sahabat utamanya Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Inilah cikal
bakal ajaran dan amal Tarekat Naqsyabandiyah.
Silsilah
lengkap Tarekat Naqsyabandiyah yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. S.
S.Kadirun Yahya bermula dari Allah SWT mengutus Malaikat Jibril Alaihis
Salam untuk mentalqinkan rahasia yang amat sangat halus kepada
hamba-Nya yang amat suci, kekasih-Nya yang utama, yaitu Nabi Muhammad
SAW, dan dari Nabi Muhammad SAW turun kepada :
1)
Sayyidina Abu Bakar Siddiq radiyallahu ta’ala anhu (r.a.).
GelarAs-Siddik yang berarti benar dan membenarkan kebenaran, dan
melaksanakan kebenaran itu dalam perkataan dan perbuatan, lahir maupun
batin. Beliau adalah khalifah pertama dari Khulafaur - Rasyidin. Dari
beliau turun kepada,
2) Sayyidina Salman
Al-Farisi r.a. Beliau adalah murid utama Sayyidina Abu Bakar dan
terkenal sebagal tokoh sufi dan tokoh Ilmu Alam, Ilmu Falak yang
kenamaan. Dari beliau turun kepada,
3) Al Imam Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar As Siddiq r.a. Dari beliau turun kepada,
4)
Al Imam Sayyidina Ja’far As Shadiq r.a. Imam Ja’far adalah anak cucu
Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Siddik ra. Beliau terkenal
sebagai ahli kesusasteraan dan ahli hukum dan karena keahliannya itu,
serta kebenaran dan kesuciannya, menyebabkan dia sangat dihormati. Dari
beliau turun kepada,
5) Al ‘Arif Billah
Sultanul Arifin Asy Syekh Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan, yang
dimashurkan namanya dengan AsySyekh Abu Yazid Al—Busthami quddusa
sirruhu (q.s.). Gelar Sultanul Arifin berarti imam besar, orang yang
mengatahui, imam tasawuf, pemimpin besar yang pertama dalam tarekat
keturunan Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Dari beliau turun kepada,
6)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abul Hasan Ali bin Abu Ja’far AlKharqani
q.s. Keistimewaannya dia sangat kasih kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
dari beliau turun kepada penghulu sekalian quthub. Dari beliau turun
kepada,
7) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Aththusi AlFarimadi q.s. Dari beliau turun kepada wali Allah,
8)
Al ‘Arif billah Asy Syekh Abu Yakub Yusuf AI-Hamadani bin Ayyub bin
Yusuf bin AI-Husain q.s. Nama lain beliau adalah Abu Ali As Samadani.
Dari beliau turun kepada wali Allah, yaitu:
9)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abdul Khaliq AI-Fajduwani Ibnu Al-Imam Abdul
Jamil q.s. Beliau itu nasabnya sampai kepada Al-Imam Malik bin Anas ra.
Dari beliau turun kepada quthub penghulu sekalian wali Allah, yaitu,
10)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh Ar Riwikari q.s. Dari beliau turun kepada
hamba Allah, kepala daripada sekalian guru-guru, yaitu,
11)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh MahmudAl-Anjir Faghnawi q.s. Beliau adalah
aulia Allah yang mempunyai sifat dan perangai sempurna dalam menuntut
ridla Allah dan sempurna abdinya kepada Allah azza wajalla. Dari beliau
turun kepada wali yang sangat kasih akan Tuhannya yang ghani, yaitu,
12)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh AliAr Ramitani, yang dimasyhurkan namanya
dengan AsySyekh Azizan q.s. Dari beliau turun kepada murid yang sangat
tinggi ilmu tarikat dan makrifatnya. Dari beliau turun kepada penghulu
sekalian wali Allah, yaitu,
13) Al ‘Arif Billah
Asy Syekh Muhammad Baba As Samasi q.s.Beliau adalah seorang aulia
Allah dari keturunan Tionghoa. Beliau senantiasa mujahadah dan
musyahadah kepada Tuhan dan beliau adalah penghulu dari sekalian
wali-wali Allah. Syakh Muhammad Baba As Samasi q.s hidup dalam satu
zaman dengan Asy Syakh Ali Ar Ramitani dan dengan Syekh Abdul Qadir
Jaelani q.s. Dari beliau turun kepada raja yang besar lagi sayyid,
kepala sekalian guru-guru, yaitu,
14) Al ‘Arif
Billah Asy Syekh Sayyid Amir Kulal bin Sayyid Hamzah q.s. Syekh Sayyid
Amir Kulal adalah raja di tanah Arab yang besar dan dia bergelar sayyid
mempunyai keturunan bangsawan, dan beliau adalah guru hakikat dan
makrifat. Dari beliau turun kepada wali Allah yang masyhur keramatnya
dan makmur, ialah imam Tarikat Naqsyabandiyah yang terkenal namanya
dengan Syah Naqsyabandy, yaitu,
15) Al ‘Arif
Billah Asy Syekh As Sayyid Bahauddin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari q.s. Beliau
meletakkan dasar-dasar zikir qalbi yang sirri, zikir batin qalbi yang
tidak berbunyi dan tidak bergerak, dan beliau meletakkan kemurnian
ibadat semata-mata lillaahi ta’ala, tergambar dalam do’a beliau yang
diajarkan kepada murid-muridnya "Ilahii anta makshuudii waridhaaka
mathluubii". Secara murni meneruskan ibadat Thariqatus Sirriyah zaman
Rasulullah, Thariqatul Ubudiyah zaman Abu Bakar Siddiq dan Thariqatus
Siddiqiyah zaman Salman al Farisi. Beliau amat masyhur dengan
keramat-keramatnya dan makmur dengan kekayaannya, lagi terkenal sebagai
wali akbar dan wali quthub yang afdhal, yang amat tinggi hakikat dan
makrifatnya. Dari murid-muridnya dahulu sampai dengan sekarang, banyak
melahirkan wali-wali besar di Timur maupun di Barat, sehingga ajarannya
meluas ke seluruh pelosok dunia. Beliau pulalah yang mengatur
pelaksanaan iktikaf atau suluk dari 40 (empat puluh) hari menjadi 10
(sepuluh) hari, yang dilaksanakan secara efisien dan efektif, dengan
disiplin dan adab suluk yang teguh. Dan dari beliau turun kepada,
16)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Bukhari Al-Khawarizumi yang
dimashurkan dengan namanya Asy Syekh Alaudin AI-Aththar q.s. Dari
beliau turun kepada waliullah, yaitu :
17) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Ya’qub Al-Jarkhiq.s. Dari beliau turun kepada wali yang agung, yaitu :
18)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar AsSamarqandi
bin Mahmud bin Sihabuddin q.s. Dari beliau turun kepada raja yang
saleh, ialah kepala sekalian guru-guru, yaitu :
19)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh MuhammadAz Zahid q.s. Dari beliau turun
kepada anak saudara perempuannya yang mempunyai kerajaan yang besar dan
martabat yang tinggi, yaitu :
20) Al ‘Arif
Billah Asy Syekh Darwis Muhammad Samarqandi q.s. Dari beliau turun
kepada anaknya ialah seorang raja yang besar, yang adil lagi pemurah,
lagi lemah lembut perkataannya, yaitu :
21) Al
‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Khawajaki Al-Amkani As Samarqandi
q.s. Dari beliau turun kepada wali Allah yang quthub, yaitu ;
22)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muayyiddin Muhammad Al-Baqi Billah q.s. Dari
beliau turun kepada anak cucu Amirul Mukminin Sayyidina Umar Al Faruq
r.a, yaitu ;
23) Al ‘Arif Billah Asy Syekh
Akhmad Al-Faruqi As Sirhindi q.s.,yang mashur namanya, yang terkenal
denganAl Imam ArRabbani Al-Mujaddid Alf Fassami. Dari beliau turun
kepada anaknya yang tempat kepercayaannya, yang menaruh rahasianya,
yang masyhur namanya, yaitu;
24) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Ma ’sum q.s. Dari beliau turun kepada anaknya, yaitu Sultanul Aulia, yaitu :
25)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Saifuddin q.s. yang bercahaya
zahiriah dan batiniahnya. Dari beliau turun kepada Sayyid Syarif yang
gilang gemilang cahayanya, sebab nyata zat dan sifat, yaitu ;
26)
Al ‘Arif Billah Asy Syekh Asy Syarif Nur Muhammad Al-Badwani q.s. Dari
beliau turun kepada wali Allah yang tinggi pangkatnya, nyata
keramatnya, yaitu :
27) Al ‘Arif Billah Asy
Syekh Syamsuddin Habibullah Jani Janani MuzhirAl-‘Alawi q.s. Dari
beliau turun kepada kepala sekalian guru-guru, kepala sekalian khalifah
dan penghulu sekalian wali Allah, yaitu;
28) Al
‘Arif Billah Asy Syekh Abdullah Ad Dahlawi q.s. dan adalah Syekh
Abdullah itu nasabnya sampai kepada Amirul Mukminin Sayyidina Ali bin
Abi Thalib Karamallahu wajhahu. Dari beliau turun kepada;
29)
Al ‘Arif Billah Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al-UtsmaniAl-Kurdi
q.s. Beliau adalah anak cucu amirul mukminin Sayyidina Usman bin Affan
r.a. Beliau adalah Syekh yang mashur, ahli Tarekat Naqsyabandiyah yang
fana fillah, lagi baqa billah, yang pada masa suluk menjadi penghulu
sekalian khalifah. Dari beliau turun kepada wali Allah yang zuhud akan
dunia dan sangat kasih akan zat Allah ta'ala, ialah kepala sekalian
guru-guru di dalam negeri Makkah al Musyarrafah, yaitu hamba Allah,
30)
Al ‘Arif Billah Sirajul Millah Waddin Asy Syekh Abdullah Al Afandi
q.s. Dari beliau turun kepada penghulu sekalian khalifah yang mempunyai
keramat yang nyata, yaitu ;
31) Al ‘Arif Billah
Asy Syekh Sulaiman Al Qarimi q.s. Dari beliau turun kepada menantunya
yang alim lagi Saleh, yang Senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa
billah siang dan malam kepada Tuhan khaliqul ‘alam, dan dari beliau
nyata kebesarannya serta kemuliaannya, dan adalah penghulu sekalian
khalifah dan ikutan sekalian orang yang suluk, yaitu;
32)
Mursyiduna, warabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh
Sulaiman Az Zuhdi q.s. Dari beliau turun kepada anaknya yang alim lagi
Saleh, yang senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa billah siang dan
malam dan ikutan Sekalian orang yang Suluk, yaitu ;
33)
Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh
Ali Ridha q.s. Ketika meletus perang dunia ke-II di Eropa di sekitar
tahun 1937 Ali Ridha q.s. meninggalkan Mekkah menuju Baghdad dan
kemudian ke India dan di sana dia meninggal dunia. Ali Ridha q.s. adalah
ahli tasawuf dan Syekh Tarekat Naqsyabandiyah yang sangat pintar dan
alim, seorang sufi yang masyhur. Kasih sayangnya penuh ditumpahkan
kepada muridnya yang kemudian menjadi khalifah Rasul yang ke-34 Seorang
berkebangsaan Indonesia. Dari beliau turun kepada muridnya yang
menambahi Allah Ta’ala akan sucinya, dan meninggikan Allah Ta’ala akan
derajatnya, dan kuat melalui jalan kepada Allah Ta’ala, maka
melapangkan dan melebihi Allah Ta’ala baginya, karena menambahi Salam
berkhidmat akan Allah Ta’ala, dan memberi bekas barang siapa menuntut
jalan kepada Allah ta’ala kepadanya. Kemudian meninggikan Allah Ta’ala
atas orang yang hidup akan menambahi yakin zikir yang batin dan
mengesakan yang dikenal bagi yang kaya dan miskin dan menjadikan Allah
Ta’ala bagi orang yang suluk dengan Tarikatul Ubudiyah dan
Naqsyabandiyah, amanat suci Allah Ta’ala dan menyembunyikan dia sebagai
walinya yang pilihan, yaitu :
34) Mursyiduna,
wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh Muhammad Hasyim
Al Khalidi q.s. Guru pertama beliau adalah Saidi Syekh Sulaiman
Hutapungkut di kota Nopan, Tapanuli Selatan. Sebagai kelanjutan dari
pendidikannya, Syekh Muhammad Hasyim berguru dan menerima Ijazah syekh
dari Syekh Ali Ar Ridha q.s di Jabal Qubis Mekkah. Setelah kembali ke
Indonesia, beliau menetap di Buayan, Sumatera Barat. Selama di Jabal
Qubis Mekkah dengan tekun menuntut dan mengamalkan Tarekat
Naqsyabandiyah, mendalami syariat dan hakikat serta memperoleh
makrifat. Pada kesempatan itu pula beliau berpuluh-puluh kali berziarah
ke makam Rasulullah SAW dan melaksanakan ibadat haji.Sebagai seorang
perintis kemerdekaan, beliau juga pernah dibuang ke Boven Digul dan
menjadi penasehat beberapa pembesar Indonesia dalam perang kemerdekaan.
Beliau meninggal dalam usia lanjut, yaitu 90 tahun. Beliau lahir pada
tahun 1864 dan maninggal tahun 1954.Dari beliau turun kepada muridnya
yang pilihan yang sangat kasih akan gurunya, akan Allah SWT dan
Rasul-Nya, yang kuat menjalani jalan hakikat dan kuat mengarjakan jalan
berkhidmat, yang dikenal oleh orang banyak sebagal seorang tabib
besar, yang mengobati orang banyak, dari penyakit batin dan zahir
dengan kekuatan zikrullah, dan menjadi ikutan dari segala orang yang
terpelajar yang suluk, yang bertarikat dengan Tarekat Naqsyabandiyah
Mujaddidiyah Khalidiyah, yaitu :
35) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Khalidi q.s.
PERUBAHAN NAMA TAREKAT NAQSYABANDIYAH
Sebagaimana
telah diterangkan bahwa silsilah Tarekat Naqsyabandiyah bersambung
mulai dari Rasulullah kepada Sayyidlna Abu Bakar Siddiq ra., kepada
Sayyidina Salman Al Farisi ra., dan seterusnya sampai dengan ahli
silsilah yang terakhir. Walaupun inti ajaran pokoknya adalah sama, yaitu
zikrullah, namun nama-nama tarekatnya berbeda antara pada satu periode
ke periode selanjutnya. Nama-nama itu adalah sebagai berikut:
1) Pada masa periode Rasulullah SAW dinamakan dengan Thariqatus Sirriyah, karena halus dan tingginya peramalan ini.
2)
Pada masa periode Abu Bakar Siddiq r.a. dinamakan dengan Thariqatul
Ubudiyah, karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad
SAW sepenuhnya kepada Allah SWT dan untuk-Nya baik lahir maupun batin.
3)
Pada masa periode Salman al Farisi r.a. sampai dengan periode Syekh
Thaifur Abu Yazid Al Busthami q.s. dinamakan dengan Thariqatus
Shiddiqiyah, karena kebenarannya dan kesempurnaan Saidina Abu Bakar
Siddiq ra., mengikuti jejak Rasulullah SAW lahir maupun batin.
4)
Pada masa periode Abu Yazid AI Busthami sampai dengan periode Syekh
Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. dinamakan dengan Thariqatuth
Thaifuriyah, memgambil nama asli dari Syekh Thahifur bin Isa bin Adam
bin Sarusyam.
5) Pada masa periode Syekh Abdul
Khaliq Al Fajduwani q.s. sampai dengan periode Syekh Bahauddin
Naqsyabandi q.s dinamakan dengan Thariqatul Khawajakaniyah, memgambil
nama khawajah Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s.
6)
Pada masa periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s. sampai dengan
perioda Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s. dinamakan dengan
Thariqatun Naqsyabandiyah memgambil nama dari Syekh Bahauddin
Naqsyabandy.
7) Pada masa periode Syekh
Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s sampai dengan periode Syekh Ahmad
Al Faruqi q.s. dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah Al Ahrariyah.
Mengambil nama dari Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s.
8)
Pada masa periode Syekh Akhmad Al Faruqi q.s. sampai dengan periode
Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al Ustmani Al Kurdi q.s. dinamakan
dengan periode Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah.
9)
Pada masa periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al Ustmani Al
Kurdi q.s sampai dengan sekarang dinamakan dengan Thariqatun
Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah Al Khalidiyah.
Nama-nama
itu diberikan oleh murid-murid setelah masa hidup Syekh
Mursyidnya.Umpamanya nama Thariqatul Ubudiyah diberikan oleh Abu Bakar
Siddiq ra, karena beliau melihat kesempurnaan pengabdian Nabi Muhammad
SAW. Nama Thariqatus Siddiqiyah diberikan oleh Saidina Salman Al Farisi
ra, karena kebenarannya dan kesempurnaan Sayyidina Abu Bakar Siddiq
ra. Demikianlah seterusnya.
BEBERAPA BAHASAN POKOK TAREKAT NAQSYABANDIYAH
MURSYID
Kedudukan
mursyid atau pemimpin peramalan dalam suatu tarekat menempati posisi
penting dan menentukan. Seorang mursyid bukan hanya memimpin,
membimbing dan membina murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah dan
pergaulan sehari-hari supaya tidak menyimpang dari ajaran-ajaran Islam
dan terjerumus ke dalam maksiat seperti berbuat dosa besar atau dosa
kecil, tetapi juga memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya
melaksanakan kewajiban yang ditetapkan olah syara' dan melaksanakan
amal-amal Sunnah untuk bertaqarrub mendakatkan diri kepada Allah SWT.
Disamping
memimpin yang bersifat lahiriah tersebut, seorang mursyid adalah juga
pemimpin kerohanian bagi murid-muridnya, menuntun dan membawa
murid-muridnya kepada tujuan tarekat guna mendapatkan ridha Allah SWT.
Oleh sebab itu seorang mursyid pada hakikatnya adalah sahabat rohani
yang sangat akrab sekali dengan rohani muridnya yang bersama-sama tak
bercerai-cerai, beriring-iringan, berimam-imam melaksanakan zikrullah
dan ibadat lainnya menuju ke hadirat Allah SWT.
Persahabatan
itu tidak saja semasa hidup di dunia, tetapi persahabatan rohaniah ini
tetap berlanjut sampai ke akhirat, walaupun salah seorang telah
mendahului berpulang kerahmatullah, dan telah sederetan duduknya dengan
para wali Allah yang saleh.
As Syekh Muhammad
Amin Al Kurdi dalam bukunya yang terkenal "Tanwirul Qulub" menjelaskan
bahwa seorang murid/salik dalam usahanya menuju ke hadirat Allah SWT
yang didahului dengan tobat, membersihkan diri rohani, kemudian
mengisinya dengan amal-amal saleh haruslah mempunyai syekh yang
sempurna pada zamannya, yang melaksanakan ketentuan syariat berdasarkan
Al Qur’an dan Al Hadits, dan mengikuti peramalan yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW secara berkesinambungan yang diteruskan oleh para ahli
silsilah sampai pada zamannya.
Seorang mursyid
yang silsilahnya berkesinambungan sampai dengan Nabi Muhammad SAW,
haruslah mendapatkan izin atau statuta dari mursyid sebelumnya. Dengan
demikian seorang mursyid haruslah telah mendapatkan pendidikan yang
sempurna, sudah arif billah, seorang wali yang mendapat izin atau
statuta dari mursyid sebelumnya. Seorang murid/salik yang bertarekat
tanpa syekh maka mursyidnya adalah setan.(Amin Al Kurdi, 1994 : 353).
Sama dengan ajaran dasar Tarekat Naqsyabandiyah ini, Syekh Abu Yazid Al Busthami menyebutkan:
مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌُ فَشَيْخُهُ شَيْطَانٌُ
Artinya : Orang yang tidak mempunyai Syekh Mursyid, maka syekh mursyidnya adalah syetan.
Pengertian
Mursyid dijelaskan oleh Prof.Dr.H.S.S.Kadirun Yahya dalam beberapa
buku dan ceramahnya bahwa Mursyid itu bukan wasilah, tetapi mursyid itu
adalah pembawa wasilah atau hamilul wasilah, atau wasilah carrier,
menggabungkan wasilah itu kepada wasilah yang telah ada pada ronaniah
Rasulullah SAW.
Sebagai pemimpin rohani,
mursyid mempunyai sifat-sifat kerohanian yang sempurna, bersih dan
kehidupan batin yang murni. Mursyid adalah yang kuat sekali jiwanya,
memiliki segala keutamaan, dan mempunyai kemampuan makrifat. Mursyid
merupakan kekasih Tuhan. Secara khusus mendapat berkah daripada-Nya,
dan sekaligus menjadi pembawa wasilah dari hambanya kepada Tuhannya.
Pada dirinya terkumpul makrifat sempurna tentang syariat Tuhan,
mengetahui berbagai penyakit rohani dan tahu cara pengobatannya. Sebagai
kekasih Allah, mursyid mendapat anugerah kemampuan untuk mendatangkan
maunah-maunah atau karamah-karamah.
Syekh
Mursyid dalam melaksanakan tugasnya mempunyai predikat-predikat sesuai
dengan tingkat dan bentuk pengajaran yang diberikan kepada
murid-muridnya. Predikat-predikat itu dapat saja terkumpul dalam satu
orang atau ada pada beberapa orang. Predikat itu antara lain (1) Syekh
al-Iradah, yaitu tingkat tertinggi dalam tarekat yang iradahnya
(kehendaknya) telah bercampur dan bergabung dengan hukum Tuhan,
sehingga dari syekh itu atau atas pengaruhnya orang yang meminta
petunjuk menyerahkan jiwa dan raganya secara total. (2) Syekh
al-Iqtida‘, yaltu guru yang tindak tanduknya sebaiknya ditiru oleh
murid, demikian pula perkataan dan perbuatannya seyogyanya diikuti. (3)
Syekh at-Tabarruk, yaitu guru yang selalu dikunjungi oleh orang-orang
yang meminta petunjuk, sehingga berkahnya melimpah kepada mereka. (4)
Syekh al-Intisab, ialah guru yang atas campur tangan dan sifat
kebapakannya, maka orang yang meminta petunjuknya akan beruntung,
lantaran bergantung kepadanya. Dalam hubungan ini orang itu akan
menjadi khadamnya (pembantunya) yang setia, serta rela menerima
berbagai perintahnya yang berkaitan dengan tugas-tugas keduniaan. (5)
Syekh at-Talqin, adalah guru kerohanian yang membantu setiap individu
anggota tarikat dengan berbagai do’a atau wirid yang selalu harus
diulang-ulang. (6) Syekh at-Tarbiyah, adalah guru yang yang melaksanakan
urusan-urusan para pemula dalam suatu lembaga tarekat.
Dalil-dalil
Banyak
dalil naqli Al Qur’an maupun AI Hadits, yang menjelaskan tentang
fungsi dan kedudukan mursyid. Menjelaskan dalil naqli tersebut kita
temui pula Qaulul Arifin yaitu kata-kata mutiara sufi yang telah arif
billah menjelaskan fungsi dan kedudukan mursyid tersebut dalam suatu
thariqatullah.
Firman Allah SWT :
مَنْ يَهْدِ اللهِ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًَّا مُرْشِيْدًَا
Artinya
: Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah orang yang
mendapat petunjuk dan siapa yang dibiarkan-Nya sesat, maka tidak ada
seorang pemimpin (Waliyam Mursyida) pun yang memberinya petunjuk (Q.S.
Al Kahfi 18: 17).
Firman Allah SWT:
وَ
مَنْ يُطِعِ اللهَ وَ الرَّسُوْلَ فَأولٰئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ
اللهُ عَليْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَداَءِ
وَالصَّٰلِحِيْنَ وَحَسُنَ رَفِيْقًَا
Artinya :
Barang siapa mentaati Allah dan Rasul, maka mereka itu bersama-sama
dalam deretan orang-orang yang diberikan Allah kurnia pada mereka yaitu
para Nabi, para shidiqin, orang-orang syahid dan orang-orang yang
Saleh. Adalah sebaik-baiknya bersahabat dengan mereka. (Q.S. An Nisa’ 4:
69).
Firman Allah SWT :
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُو اللهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّٰدِقيْنَ
Artinya
: Hai orang-orang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama-sama dengan orang-orang yang benar (Q.S. At Taubah 9: 119).
Dari
Q.S. Al Kahfi 18: 17 tersebut dapat disimpulkan bahwa Mursyid itu
adalah seorang wali yang berfungsi sebagai pembimbing rohani dari
seorang yang mendapat hidayah dari Allah SWT.
Dari
Q.S. An Nisa’ 4: 69 juga Q.S. At Taubah 9: 119 Mursyid itu termasuk
kelompok orang-orang yang benar dan orang-orang yang saleh.
TafsirAl
Maraghi V: 128, menjelaskan tentang tafsir Q.S. Al Kahfi 18: 17 bahwa
Ashabul Kahfi adalah contoh orang yang mendapat petunjuk, memperoleh
jalan yang benar dan mendapat kemenangan dunia akhirat. Mereka itu
adalah orang yang mendapat irsyad/petunjuk dari Allah SWT, sedangkan
orang yang sesat adalah orang yang tidak mendapatkan hidayah
irsyad/petunjuk itu dan tidak pula mendapatkan seseorang yang
menunjukinya (mursyid) maka larutlah dia dalam keadaan sesat itu.
Sabda Rasulullah SAW :
عن عثمان بن عفان رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلعم يشفع يوم القيامةالأنبياءثم العلماء ثم الشهداء
Artinya
: Dari Usman bin Affan r.a. ia berkata, Rasulullah bersabda,"Di hari
kiamat, yang memberi syafaat ada tiga golongan yaitu para nabi, para
ulama, dan para syuhada." (H.R. Ibnu Majah).
Sabda Rasulullah SAW:
عن
أبي سعيد رضي الله عنه أن رسول الله صلعم قال إن من أمتي من يشفع للفئام
من الناس ومنهم من يشفع للقبيلة ومنهم من يشفع للعصبة ومنهم من يشفع للرجل
حتى يدخلوالجنة
Artinya : Dari Abu Sa’id,
sesungguhnya Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Sebagian dari umatku
ada yang memberi syafa’at kepada golongan besar dari manusia, sebagian
dari mereka ada yang memberi syafaat kepada satu suku, sebagian dari
mereka ada yang memberi syafaat kepada satu kelompok, sebagian dari
mereka ada yang memberi syafaat kepada satu orang, sehingga mereka
masuk surga semuanya." (HR.Tarmizi).
Rasulullah SAW bersabda :
كن مع الله فإن لم تكن مع الله كن مع من مع الله فإنه يصيلك الى الله
Adakanlah!
(jadikanlah) dirimu (Rohanimu) beserta Allah, jika Engkau belum bisa
menjadikan dirimu (Rohanimu) beserta Allah, maka adakanlah (jadikanlah)
dirimu (Rohanimu) beserta dengan orang yang beserta Allah, maka
sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau kepada Allah (yaitu
Rohaninya) (HR. Abu Daud).
Yang dimaksud dengan
ulama dalam hadits riwayat Ibnu Majah dan orang yang memberi syafaat
dalam hadits riwayat Tarmizi termasuk para mursyid. Dalam sabda
Rasulullah orang yang telah beserta dengan Allah itu termasuk para wali
mursyid.
Syarat-syarat Mursyid
Berdasarkan
pengertian tentang mursyid dan dalil-dalilnya, maka tidak semua orang
bisa menjadi mursyid. Walaupun fungsi Mursyid itu sama dengan fungsi
guru yaitu memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya, tetapi
bidangnya adalah rohani yang sangat halus yang berpusat pada lubuk hati
sanubari. Jadi sifatnya tidak kelihatan, ghaib atau metafisika.
Pelajaran
yang diberikan mursyid kepada muridnya merupakan transfer of spiritual
yaitu Iman dan Takwa (Imtak). Adapun fungsi guru yang kita kenal
adalah transfer of knowledge. Dia mengajarkan masalah-masalah ilmu
pengetahuan dan teknologl (Iptek).
Menurut Al Mukarram Prof. Dr. H. S. S. Kadirun Yahya ada delapan syarat utama bagi seorang mursyid itu, yaitu :
1) Pilihlah guru yang mursyid, yang dicerdikkan Allah SWT dengan izin dan ridha-Nya bukan dicerdikkan oleh yang lain-lain.
2) Kamil lagi Mukammil (sempurna dan menyempurnakan), yang diberi kurnia oleh Allah, karena Allah.
3)
Memberi bekas pengajarannya (kalau ia mengajar atau mendo’a berbekas
pada si murid, si murid berubah ke arah kebaikan), berbekas
pengajarannya itu, dengan izin dan ridla Allah, Biiznillaahi.
4) Masyhur ke sana ke mari, kawan dan lawan mengakui, ia seorang guru besar.
5)
Tidak dapat dicela pengajarannya oleh orang yang berakal, karena tidak
bertentangan dengan Al Qur’an, Al Hadits dan akal/llmu pengetahuan.
6) Tidak mengerjakan hal yang sia-sia, umpamanya membuat hal-hal yang tidak murni halalnya.
7)
Tidak setengah kasih kepada dunia, karena hatinya telah bulat penuh
kasih kepada Allah. Dia ada giat bergelora dalam dunia, bekerja hebat
dalam dunia, tetapi tidak karena kasih kepada dunia itu, tetapi karena
prestasinya itu adalah sebagai wujud pengabdiannya kepada Allah SWT.
8)
Mengambil ilmu dari "Polan" yang tertentu; Gurunya harus mempunyai
tali ruhaniah yang nyata kepada Allah dan Rasul dengan silsilah yang
nyata.
Di kalangan sufi atau tarekat, berguru
itu yang penting tidak hanya mendapatkan pelajaran atau ilmu
pengajaran, tetapi yang lebih penting lagi dalam belajar dengan Syekh
Mursyid itu adalah beramal intensif dan berkesinambungan, serta
memelihara adab dengan Syekh Mursyid sebaik-baiknya. Dengan cara ini
seseorang murid antara lain akan mendapatkan ilmu laduni langsung dari
Allah SWT yang berbentuk makrifah karena terbukanya hijab. Inilah yang
dimaksud dengan syarat nomor satu tersebut.
Syarat
yang terpenting lainnya bahwa seseorang mursyid itu harus mempunyai
silsilah dan statuta yang jelas dari gurunya, seperti yang tersebut
pada syarat nomor delapan.
Asy Syekh Muhammad
Amin Al Kurdi dalam buku Tanwirul Qulubnya ada 24 (dua puluh empat)
syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Mursyid yaitu :
1.
Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Syariah dan Akidah yang dapat
menjawab, dan memberikan penjelasan bila mereka bertanya tentang itu.
2. Mengenal dan arif tentang seluk beluk
kesempurnaan dan peranan hati serta mengetahui pula penyakit-penyakit,
kegelisahan-kegelisahannya dan mengetahui pula cara-cara mengobatinya.
3. Bersifat kasih sayang sesama muslim terutama
kepada muridnya, apabila seorang mursyid melihat muridnya tidak sanggup
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan jeleknya maka ia harus bersabar dan
tidak mencemarkan nama baiknya. Dia juga harus terus menerus memberi
nasihat, memberi petunjuk sampai muridnya itu kembali menjadi orang
baik.
4. Mursyid harus menyembunyikan atau merahasiakan aib dari murid-muridnya.
5. Tidak tersangkut hatinya kepada harta muridnya dan tidak pula bermaksud untuk memilikinya.
6.
Memerintahkan kepada murid apa yang harus dilaksanakan dan melarang
apa yang harus ditinggalkan. Untuk itu mursyid harus memberi contoh
sehingga ucapannya menjadi berwibawa.
7. Tidak
duduk terus menerus bersama dengan muridnya kecuali sekadar hajat yang
diperlukan. Kalau dia bermuzakarah memberi pelajaran kepada
murid-muridnya haruslah memakai kitab-kitab yang muktabar supaya mereka
bersih dari kotoran yang terlintas dalam hati, dan supaya mereka dapat
melaksanakan ibadat yang sah dan sempurna.
8. Ucapannya hendaklah bersih dari senda gurau dan olok-olok, tidak mengucapkan sesuatu yang tidak perlu.
9.
Hendaklah selalu bijaksana dan lapang dada terhadap haknya. Tidak
boleh minta dihormati, dipuji atau disanjung-sanjung dan tidak membebani
murid dengan sesuatu yang tidak sanggup dilaksanakannya dan tidak
menyusahkan mereka.
10. Apabila dia melihat
seorang murid yang kalau banyak duduk semajelis dengannya, bisa
mengurangi kewibawaan dan kebesarannya, hendaklah si murid itu segera
disuruh berkhalwat yang tidak begitu jauh darinya.
11.
Apabila ia melihat kehormatan terhadap dirinya sudah berkurang dalam
anggapan hati murid-muridnya, hendaklah ia segera mengambil
langkah-langkah yang bijaksana untuk mencegahnya, sebab yang demikian
ini adalah musuh yang terbesar.
12. Tidak lalai untuk memberi petunjuk kepada mereka, tentang hal-hal untuk kebaikan murid-muridnya.
13.
Apabila murid menyampaikan sesuatu yang dilihatnya dalam mukasyafah
maka hendaklah ia tidak memperpanjang percakapan tentang itu. Karena
kalau mursyid memperpanjang pembicaraannya tentang penglihatan murid
tadi, mungkin murid itu akan merasa martabatnya sudah tinggi dan ini
akan merusak citranya.
14. Mursyid wajib
melarang murid-muridnya membicarakan rahasia tarikat kepada orang yang
bukan ikhwannya kecuali terpaksa. Mursyid juga mencegah pembicaraan
tentang sesuatu yang luar biasa yang dialaminya walaupun dengan sesama
ikhwan, sebab yang demikian ini akan menimbulkan rasa sombong dan
takabur atau menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain.
15.
Mursyid hendaklah berkhalwat pada tempat yang khusus dan tidak
memperkenankan orang lain masuk kecuali orang-orang yang telah
ditentukan.
16. Mursyid hendaklah menjaga agar
muridnya tidak melihat segala gerak-geriknya, tidurnya, makan dan
minumnya, sebab yang demikian bisa mengurangi penghormatan murid
terhadap syekh yang bercerita dan mempergunjingkannya yang merusak
kemaslahatan murid itu sendiri.
17. Tidak
membiarkan murid terlalu banyak makan, karena banyak makan itu
memperlambat tercapainya latihan yang diberikan oleh mursyid, dan
banyak makan itu menjadikan murid itu budak perut.
18.
Melarang murid-muridnya semajelis dengan mursyid lain, sebab yang
demikian membahayakan keadaan murid itu sendiri. Tetapi apabila dia
melihat pergaulan itu tidak akan mengurangi kecintaan dan tidak pula
akan menggoyahkan pendirian muridnya, maka boleh saja mursyid
membiarkan muridnya semajelis dengan syekh lain.
19.
Harus mencegah muridnya sering mengunjungi pejabat-pejabat atau para
hakim, supaya murid jangan terpengaruh, dan bisa menghambat tujuannya
untuk menuju akhirat.
20. Tutur kata dan tegur
sapa hendaklah dilaksanakan dengan sopan santun dan lemah lembut dan
tidak boleh berbicara kasar atau memaki-maki.
21. Apabila seorang murid mengundangnya maka hendaklah dia menerima undangan itu dengan penuh penghormatan dan penghargaan.
22.
Apabila mursyid duduk bersama muridnya, hendaklah dia duduk dengan
tenang, sopan, tertib dan tidak gelisah dan tidak banyak menoleh kepada
mereka. Tidak tidur bersama mereka, tidak melunjurkan kaki. Para murid
harus percaya bahwa mursyid itu mempunyai sifat-sifat terpuji yang
menjadi ikutan dan panutan mereka.
23. Apabila
mursyid menerima kedatangan murid, hendaklah dia menerimanya dengan
senang hati, tidak dengan muka yang masam dan apabila murid
meninggalkannya hendaklah mursyid mendo’akannya tanpa diminta. Apabila
mursyid datang kepada muridnya, hendaklah ia berpakaian rapi, bersih
dan bersikap yang sebaik-baiknya.
24. Apabila
seorang murid tidak hadir di majelis zikir, hendaklah ia bertanya dan
meneliti apa sebabnya. Kalau dia sakit, hendaklah dia jenguk atau ada
keperluan hendaklah ia bantu atau karena ada suatu halangan hendaklah
dia mendo’akannya.
As Syekh Amin Al Kurdi
berkesimpulan bahwa sifat mursyid harus meneladani sifat-sifat
Rasulullah menghadapi sahabat-sahabatnya sesuai dengan kemampuannya
(Amin Al Kurdi, 1994 : 453 - 455).
Imam Al
Ghazali menyatakan bahwa murid tak boleh tidak harus mempunyai syekh
yang memimpinnya, sebab jalan iman adalah samar, sedangkan jalan iblis
itu banyak dan terang. Barang siapa yang tak mempunyai syekh sebagai
petunjuk jalan dia pasti akan dituntun oleh Iblis dalam perjalanannya
itu.
Menghadirkan Mursyid
Prof.
Dr. H.S. S. Kadirun Yahya dalam fatwanya pada peringatan hari Guru dan
Hari Silsilah tanggal 20 Juni 1996, menegaskan tentang menghadirkan
mursyid. Dalam fatwa itu beliau mengatakan salah satu metode berzikir
dan beramal dalam thariqatullah Naqsyabandiyah adalah menghadirkan
Syekh Mursyid sebagai imam rohani. Dengan hal ini akan mendapatkan
konsentrasi penuh dalam berzikir dan beribadat. Sesungguhnya
menghadirkan (menyertakan) Syekh Mursyid dalam berzikir dan beribadat
tidak hanya terdapat dalam Tarekatullah Naqsyabandiyah, tetapi juga
terdapat pada seluruh lembaga tarekat-tarekat muktabarah.
Sabda Rasulullah saw :
حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ بْنُ وَكِيْعٍِ أخْبَرَنَا أبِيْ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَاصِمِ
بْنِ عُبَيْدِ اللهِ عَنْ سَالِمٍِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ أنَّهُ
اِسْتَأ ْذَنَ النَّبِيَّ صلعم فِى الْعُمْرَةِ فَقَالَ أَيْ أُخَيَّ
اَشْرِكْنَا فِى دُعَائِكَ وَلاَ تَنْسَنَا
Artinya
: Menceritakan kepada kami Sofian bin Waki’, mengabarkan kepada kami
Bapakku dari Sofian, dari `Ashim bin Ubaidillah, dari Salim, dari Ibnu
Umar, dari Umar bin Khattab, bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab pada
waktu minta ljin kepada Nabi SAW untuk melaksanakan ibadat Umrah, maka
Nabi bersabda : "Wahai saudaraku Umar, ikut sertakan aku/hadirkan
aku,pada waktu engkau berdo’a nanti, dan jangan engkau lupakan aku".
(Hadits ini adalah hadits Hasan Sahih). (HR. Abu Daud dan Turmuzi).
Demikian
pula menurut riwayat Saidina Abu Bakar r.a. dan Saidina Ali r.a.
menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa mereka tidak pernah lupa,
tetapi selalu teringat kepada Rasulullah pada setiap melaksanakan ibadat
bahkan sampai pada waktu di kamar kecil. Rasulullah membenarkan apa
yang telah mereka alami itu.
Para pakar Tarekat
Naqsyabandiah sepakat membolehkan dan membenarkan untuk menghadirkan
Syekh Mursyid karena fungsinya sebagai ulama pewaris Nabi, sebagai
Imam/pembimbing rohani, dengan tujuan agar orang yang berzikir dan
beribadat itu terhindar dari segala was-was,
rupa-rupa/pandangan-pandangan lain, bisikan-bisikan lain,
perasaan-perasaan lain, yang diciptakan oleh iblis dan setan yang
selalu mengganggu orang-orang yang berzikir dan beribadat itu, padahal
yang bersangkutan belum tinggi kualitas iman dan takwanya.
Rasulullah SAW bersabda :
كن مع الله فإن لم تكن مع الله كن مع من مع الله فإنه يصيلك الى الله
"Jadikanlah
dirimu beserta dengan Allah, jika kamu belum bisa menjadikan dirimu
beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu beserta dengan orang yang
telah beserta dengan Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang
menghubungkan engkau (rohanimu) kepada Allah" (H.R. Abu Daud).
WASILAH dan RABITAH
Pengertian Wasilah
Sebagaimana
halnya masalah mursyid, masalah wasilah dan rabitah dalam suatu
tarekat pada waktu melaksanakan zikir dan ibadah menempati posisi
penting dan menentukan. Seluruh sufi yang bertarekat pasti bermursyid,
berwasilah dan merabitahkan rohaniahnya dalam beramal dan beribadah :
Artinya
:Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan
yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya,
supaya kamu mendapat keberuntungan (sukses). (QS.Al Maidah :35).
Dalam Kamus al Munjid dikatakan :
اَلْوَسِيْلَةُ مَا يَتَقَرَّبُ إلىَ الْغَيْرِ
“Wasilah adalah sesuatu yang mendekatkan kepada yang lain.”
Ibnu Abbas menegaskan :
اَلْوَسِيْلَةُ هِيَ الْقَرَابَةُ
“Wasilah adalah suatu pendekatan “
Dalam Tafsir Ibnu Katsir II :52-53 pada waktu menafsirkan QS Al Maidah :35 , menyatakan :
اَلْوَسِيْلَة هِيَ الَّتِى يُتَوَصَّلُ بِهَا إلَى تَحْصِيْلِ الْمَقْصُوْدِ
“Wasilah itu ialah sesuatu yang menyampaikan kepada maksud”
Syekh Sulaiman Zuhdi pada waktu menafsirkan QS.Al Maidah:35 menyatakan :
اَلْوَسِيْلَةُ
عَامٌُ لِكُلِّ مَا يَتَوَصَلُ بِهِ إلَ الْمَقْصُوْدِ وَالنَّبِيُّ صلعم
اَقْرَبُ الْوَسَا ئِلِ إلىَ اللهِ تَعَالىَ ثُمَّ تَوَائِبُهُ صلعم مِنَ
الْمُسْتَكْمِلِيْنَ الْوَاصِلِيْنَ إلىَ اللهِ تَعَالىَ فِيْ كُلِّ
قَرْنٍِ
“Pengertian umum dari wasilah adalah
sesuatu yang dapat menyampaikan kita kepada suatu maksud atau tujuan.
Nabi Muhammad SAW adalah wasilah yang paling dekat untuk sampai kepada
Allah SWT, kemudian kepada penerusnya-penerusnya yang Kamil Mukammil
yang telah sampai kepada Allah SWT yang ada pada tiap-tiap abad atau
tiap-tiap masa”
Dalam ilmu balaghah dikenal istilah “Majaz Mursal :
مِنْ إطْلاَقِ الْمَحَلِّ وَإرَادَةِ الْحَال
artinya
menyebut wadah, sedangkan sebenarnya yang dimaksud adalah isinya.
Disebutkan pula Nabi Muhammad sebagai wasilah, tetapi yang dimaksud
sebenarnya adalah Nuurun ala nuurin yang ada pada rohani Rasulullah
SAW.
Prof.DR.H.S.S Kadirun Yahya menyatakan bahwa
wasilah itu adalah suatu channel, saluran atau frekuensi yang tak
terhingga yang langsung membawa kita kehaderat Allah SWT.
Wasilah itu ialah :
نُوْرٌُ عَلىَ نُوْرٍِ يَهْدِاللهُ لِنُوْرِهِ مَنْ يَشَآءُ
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki “(QS An-Nur :35).
Wasilah
itu telah ditanamkan ke dalam diri rohani Arwahul Muqaddasah
Rasulullah SAW yang merupakan sentral penghubung antara Rasulullah SAW
dan ummatnya menuju kehaderat Allah SWT.
Para Sahabat dan ummat Rasulllah SAW harus mendapatkan wasilah ini di samping menerima Alquran dan As-Sunah. Sumber:Prof. DR. H. Kadirun Yahya REKTOR UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI ( U N P A B)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar